Kesehatan

Bisphenol A pada bahan plastik menyebabkan penurunan jumlah sperma

Peneliti dari Washington State University telah mengklaim sebelumnya mengenai hubungan antara mimickers endokrin, seperti bisphenol A (BPA) dengan kesuburan pria dan wanita. Perusak hormon ditemukan dari berbagai macam sumber yang terus menimbulkan ancaman bagi manusia karena mereka mengubah fungsi normal dari hormone dan mengganggu proses penyaluran signal ke jaringan. Diterbitkan dalam jurnal online Public Library of Science Genetics, studi ini menyoroti tentang xenoestrogens,versi sintetik estrogen yang digunakan dalam pil KB perempuan mempengaruhi jumlah sperma pria dan mengganggu kemampuannya dalam fertilisasi. Peneliti dari Amerika Serikat melakukan uji laboratorium pada tikus jantan dengan berbagai dosis bahan kimia plastik (bisphenol A) dan estradiol (bentuk sintetis dari estrogen yang digunakan dalam kontrasepsi) dalam makanan mereka.

Para pria dan masyarakat pada umumnya, memperoleh estradiol melalui air minum kemasan yang dijual dipasaran. Karena kebanyakan pabrik, masih kurang peralatan dalam pengolahan air limbah yang diperlukan untuk menyaring konsentrasi rendah dari obat-obatan.

Tikus laboratorium yang terpapar hormon mimickers, seperti BPA harus berjuang keras  untuk melakukan meiosis yang menyebabkan kematian sperma.

Tikus yang terpapar hormon mimickers, harus berjuang keras dalam pematangan sperma. Peneliti mengatakan pembelahan meiosis sangat sulit dilakukan, sehingga mengurangi setengah dari jumlah . Perjuangan untuk pembelahan meiosis oleh sel-sel sehat mengakibatkan lebih banyak sperma yang mati. “Meski paparan hormon mimickers hanya dalam hitungan hari, tetapi secara permanen akan mengubah kemampuan testis dalam memproduksi sperma pada orang dewasa,” kata peneliti Dr Pat Hunt dari Washington State University.

Hasil penelitian ini mendukung bukti bahwa hormon mimickers mengubah sistem reproduksi manusia, hal ini harus meningkatkan kesadaran dan kebijakan manusia untuk membatasi penggunaan bahan plastik dan sumber mimickers endokrin seperti obat-obatan, produk perawatan pribadi, industri dan praktek-praktek pertanian.

Isu bahwa mimickers endokrin yang mengganggu produksi sperma bukanlah hal baru; nyatanya hipotesis diperoleh dari riview pada tahun 1940-an ketika para ilmuwan memprediksi bahwa sifat estrogen-meniru DDT (pestisida yang biasa digunakan sebelum larangan pada tahun 1972) dan metabolitnya berpengaruh dalam penurunan jumlah sperma.

Percobaan yang dilakukan oleh ilmuwan Denmark di awal 1990-an menemukan “penurunan dalam kualitas semen selama 50 tahun terakhir.” Sebuah studi terpisah yang dilakukan oleh para peneliti Perancis pada tahun 2013 meneliti lebih dari 26.000 wanita tidak memiliki anak, hal tersebut dikarenakan konsentrasi sperma turun hampir 2 persen setiap tahun selama 17 tahun.

“Bagaimana dengan generasi berikutnya? Infertilitas menjadi lebih umum.

Dalam penelitian Dr. Hunt, tiga populasi tikus yang digunakan: satu “outbred,” seperti manusia, dan dua yang lain “inbrida.” Hasil yang sangat nyata terlihat pada tikus outbred dan salah satu strain inbrida. Strain ketiga dilaporkan terpengaruh, “tikus ini akan menunjukkan alasan mengapa jumlah sperma semakin berkurang,” kata Dr. Hunt.

“Proses selanjutnya akan menyebabkan kematian lebih banyak sel karena mereka mencoba untuk memproduksi sperma. Sedangkan jumlah sperma justru semakin berkurang”. Percobaan Dr. Hunt memperkuat kekhawatiran akan penurunan jumlah sperma pada setiap generasi yang biasa menggunakannya. “Kami telah melihat efeknya selama beberapa decade.