Pengujian bahan pangan
Informasi tentang kontaminasi mikroba pada susu atau makanan bayi kerap terjadi. Setidaknya, secara periodik, berita tak sedap ini menghantui masyarakat. Tentunya berita seputar kontaminasi mikroba seperti bakteri pada susu atau makanan bayi membuat banyak pihak merasa khawatir. Pasalnya, susu dan makanan bayi merupakan produk pangan vital yang dapat berkaitan dengan tumbuh kembang generasi mendatang. Pengujian bahan pangan pun harus benar-benar diperhatikan.
Oleh sebab itu, berbagai upaya pencegahan pangan dari kemungkinan terkontaminasi menjadi sebuah keharusan. Baik dari kontaminasi fisik, kimia atau biologis yang dapat mengganggu, merugikan bahkan membahayakan. Entah pada makanan dan minuman untuk bayi, entah bagi orang dewasa.
Ada berbagai cara yang bisa dilakukan dalam menjaga mutu pangan yaitu mencakup uji fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Pengujian mikrobiologi pangan atau bahan makanan merupakan salah satu uji yang penting. Jadi, pangan bukan hanya harus enak dan bergizi saja tapi juga harus dipastikan terbebas dari kontaminasi mikroba sehingga aman dikonsumsi.
Baca : Bakteri Sudah Kebal Terhadap Antibiotik
Terdapat beberapa jenis mikroba pada bahan pangan yang umumnya berhubungan dengan keracunan makanan seperti Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazakii.
Bagaimana Sebaiknya Pengujian Mikrobiologi Bahan Pangan Dilakukan?
Setiap bahan pangan akan mendapatkan perlakukan yang berbeda dalam uji mikrobiologi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti jenis dan komposisi, cara pengepakan, penyimpanan, konsumsi dan berbagai faktor lain.
Selain itu, jumlah sampel yang hendak diuji juga harus representatif, lebih ketat dan mewakili lot yang diperiksa. Bahkan menurut ICMSF (The International Commission on Microbiological Specification for Foods), replikasi uji yang dilakukan sesuai dengan jumlah yang representatif, tergantung pada jenis mikroba dan produk. Pastikan juga semua sampel yang akan diuji tidak mengalami kontaminasi.
Semua sampel bahan pangan harus segera diuji begitu tiba di laboratorium. Untuk jenis sampel yang didinginkan dan mudah rusak harus dilakukan analisa maksimal 36 jam sesudah pengambilan sampel.
Sedangkan untuk sampel beku harus tetap dalam kondisi beku, disimpan dalam freezer sebelum dilakukan uji laboratorium. Sebelum dilakukan pengujian bahan pangan, sampel beku harus dilelehkan terlebih dulu dengan pelelehan dalam lemari pendingin atau di suhu kurang dari 45 °C selama maksimal 15 menit.
Namun jika sampel yang sampai di laboratorium uji dalam kondisi dingin, maka jangan disimpan dalam freezer. Hal ini untuk menghindari kematian bakteri pada suhu sangat rendah (pembekuan).
Untuk sampel uji mikrobiologi makanan kaleng dapat disimpan di suhu ruang sebelum dilakukan uji mikrobiologi. Namun tidak boleh terlalu lama untuk mengantisipasi adanya bakteri yang mati selama proses penyimpanan.
Jenis Uji Mikrobiologi Pangan
Agar terhindar dari berbagai kontaminasi mikroba tersebut maka diperlukan pengujian mikrobiologi pangan. Diperlukan uji kualitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan makanan. Selain itu, juga diperlukan uji kuantitatif bakteri patogen untuk manjaga keamanan dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan.
Namun pada umumnya, jenis pengujian mikrobiologi pangan dapat dilakukan secara kualitatif dengan metode pengayaan (enrichment) yaitu isolasi, identifikasi mikroba dan interpretasi hasil. Sedangkan pengujian mikrobiologi pangan secara kuantitatif yaitu dengan perhitungan jumlah mikroba dan interpretasi berupa koloni per ml/g atau koloni per 100 ml.
Dalam melakukan perhitungan mikroba, setidaknya ada beberapa metode yang bisa diterapkan seperti Standar plate Count (Angka Lempeng Total), Angka Paling Mungkin atau Most Probable Number (MPN), metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) dan masih banyak lainnya.
Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Media yang digunakan dalam uji Angka Lempeng Total (ALT) adalah media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Adapun cara yang digunakan antara dengan cara tuang, tetes dan sebar.
Menurut Djide M. Natsir (2005), Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, dimana total bakteri tergantung atas formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan masing-masing bakteri yang dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal.
Most Probable Number (MPN)
Uji mikrobiologi pangan dengan Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan berupa cairan. Dalam pengujian bahan pangan, jika bahan yang hendak diuji dalam bentuk padatan, maka terlebih dahulu harus dibuat suspensi 1:10.
Menurut Sesilia. R (2011), metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sampel yang diuji. Uji positif akan menghasilkan angka indeks. Angka ini disesuaikan dengan tabel MPN untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel.
Total Plate Count (TPC)
Metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) merupakan metode perhitungan sel mikroorganisme secara tidak langsung. Metode ini juga termasuk metode yang paling sensitif dalam menentukan jumlah mikroorgonisme.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikroba dalam suatu media, diinkubasi dalam sebuah inkubator sehingga berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa mikroskop. Dengan begitu, sel mikroba hidup yang telah membentuk koloni dapat dihitung, diidentifikasi dan diisolasi.
Ada beberapa keuntungan dari metode ini yang dikemukakan oleh Dwidjoseputro (2005) yaitu:
- Hanya sel mikroba hidup yang dapat dihitung
- Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
- Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampang spesifik.
Baca : Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Masih menurut Dwidjoseputro, metode hitungan cawan juga memiliki beberapa kelemahan seperti:
- Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni.
- Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang berbeda pula.
- Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar.
- Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Permudah dan Persingkat Waktu Pengujian Mikrobiologi Pangan
Pengujian mikrobiologi pangan dapat dilakukan secara manual dengan metode tersebut di atas dan tetap mengacu pada standar SNI. Namun untuk mempersingkat waktu, identifikasi koloni bisa dilakukan dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction). Identifikasi yang memakan waktu berhari-hari bisa disingkat hanya beberapa jam saja. Bukan hanya itu saja, Anda juga bisa menggunakan automatic colony counter yaitu alat hitung koloni yang secara otomatis terhubung ke software komputer.
Paska pengujian bahan pangan usai, limbah media dan hasil uji harus disalurkan ke tempat penanganan limbah. Namun sebelum itu, harus disterilisasikan terlebih dahulu dengan autoclave. (Artikel Terkait: Alat Sterilisasi Autoclave) Semua alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengujian mikrobiologi pangan bisa Anda dapatkan di LabSatu.
*Disarikan dari berbagai sumber