Menyimpan Gambar dan Video dalam DNA
Tiap organisme di alam tersusun dari sel-sel yang memiliki asam deoksiribonukleat atau lebih umum disebut DNA. DNA berfungsi untuk menyimpan informasi genetik yang menentukan bagaimana tiap sel dalam organisme bekerja sesuai fungsinya masing-masing. Tiap DNA memiliki bentuk spiral seperti tangga yang melingkar dan tersusun dari unit-unit berulang yang disebut nukleotida. Nukleotida sendiri terdiri dari tiga penyusun utama, yaitu fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Ada empat basa nitrogen dalam DNA, yakni adenin (A), timin (T), guanin (G), dan sitosin (C). Kombinasi dari nukleotida yang mengandung empat kode huruf berbeda tersebut menjadi kode gen kita. Masing-masing individu memiliki susunan gen yang berbeda sehingga bentuk fisik dan perilaku kita juga berbeda-beda.
Komputer saat ini menyimpan data dalam bentuk biner, yaitu menggunakan nilai 0 dan 1. Namun, data juga dapat ditulis menggunakan keempat nukleotida. Luiz Ceze dari University of Washington mempelajari bagaimana komputer dan sistem data dirancang dan dioperasikan sesuai fungsinya, lalu mengaplikasikannya menggunakan DNA. Laboratorium dapat membuat untaian-untaian DNA sintetis. Kombinasi nukleotida dapat dirancang sebagai kode yang menyandi nomor, huruf, atau informasi digital lainnya. Lebih lanjut, alat laboratorium lain dapat menerjemahkan nukleotida-nukleotida pada DNA tersebut menjadi data aslinya.
Densitas informasi DNA sangat besar. DNA dapat menyimpan begitu banyak informasi dalam ruang yang kecil. Secara teoretis, DNA seukuran kubus gula dapat menyimpan data sebesar satu supermarket. Tidak seperti magnetic tape, DNA dapat bertahan selama ribuan tahun. Ceze beserta timnya menambahkan “random access” ke dalam metode penyimpanan data dalam DNA. Random access adalah proses penyimpanan atau penerimaan data tertentu secara langsung di dalam medium. Sistem ini menawarkan berbagai cara untuk menemukan berkas-berkas spesifik. Tiap berkas mendapatkan alamat penyimpanan masing-masing yang unik atau berbeda dengan yang lainnya. Alamat tersebut berperan seperti alamat rumah. Para peneliti menambahkan alamat-alamat digital tersebut ke tiap untai DNA yang mengandung data tertentu.
Untuk mencari data spesifik dalam DNA dengan kuantitas besar, tim Ceze menggunakan alat yang disebut PCR, yaitu singkatan dari polymerase chain reaction atau reaksi berantai polimerase. PCR merupakan proses biokimia yang menyalin urutan DNA tertentu secara berulang. Teknik ini serupa dengan penyalinan gen yang diekspresikan DNA di dalam sel. Prinsip kerja CPR dimulai dari memasukkan DNA ke dalam tabung reaksi bersama rangkaian nukleotida yang dikenal sebagai primer. Tiap primer dipilih untuk cocok dengan urutan alamat pada ujung untai DNA terpilih. Tabung reaksi kemudian masuk ke dalam sebuah mesin yang memanaskan dan mendinginkan campuran material genetik secara berulang.
Melalui pemanasan, DNA untai ganda akan terpisah menjadi untaian-untaian tunggal. Setelah sampel dingin, primer akan mencari dan berikatan dengan ujung untaian yang diinginkan. Nukleotida dalam campuran kemudian berikatan dengan sisa untaian. Tiap kali pemanasan dan pendinginan berulang, PCR akan menggandakan DNA. Siklus tersebut berulang terus menerus dan menghasilkan jutaan salinan DNA target. PCR akan menyalin potongan-potongan DNA yang diinginkan hingga melebihi jumlah material genetik lainnya dalam sampel.
Banyak peneliti yang telah menggunakan PCR. Salah satu aplikasi alat ini adalah untuk menyalin DNA yang ditemukan pada tempat kejadian perkara. Dengan PCR, para ahli forensik dapat membandingkan DNA yang ditemukan dengan sampel lain, seperti DNA dari tersangka. Ahli lingkungan juga dapat menggunakan PCR untuk menggandakan DNA asing yang ditemukan di sungai atau lokasi lain dan mencocokkannya dengan DNA ikan dari spesies tertentu.
Membuat dan menyalin sejumlah besar DNA jelas bukan pekerjaan yang mudah. Untuk menghindari kesalahan, bagian DNA yang saling tumpang tindih akan dibagi ke dalam tiga untai DNA yang berbeda. Untuk menerjemahkan data, komputer membutuhkan data dari paling sedikit dua dari tiga untai tersebut. Dengan cara ini, apabila terdapat kesalahan pada satu untai, dua untai lainnya masih memiliki data yang tersimpan dengan baik.
Dalam pengujian di laboratorium, sistem ini bekerja sangat baik. Para peneliti dengan sukses mengkode berkas video yang berisi pembicaraan mengenai perang di Rwanda, Afrika. Ketika dicari kembali, video tersebut dapat ditemukan dengan mudah. Peneliti tersebut juga telah mengkode dan merekonstruksi empat berkas berupa gambar.
Sumber:
Bornholt et al. 2016. A DNA-based archival storage system. Association for Computing Machinery. Proceedings of the Twenty-First International Conference on Architectural Support for Programming Languages and Operating Systems. Atlanta, Ga., April 6, 2016. p. 637. doi: 10.1145/2872362.2872397.