Fenomena “Mimpi” dalam Perspektif Sains versus Metafisika, Kalian Percaya yang Mana?
Di dunia yang modern ini pasti masih ada saja yang percaya dengan hal-hal berbau mistis. Namun jangan salah sangka dahulu, siapa yang tahu bahwa informasi tak kasat mata itu benar atau salah?
Salah satunya adalah topik tentang “mimpi” manusia yang suka dikaitkan dengan alam gaib oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia supranatural. Hal ini bukan berarti kita wajib mempercayai mitos tentang hal mistis 100%, karena semua hal itu lebih baik jika dikaji dari dua perspektif. Keseimbangan adalah kunci untuk menjaga ilmu tentang kebenaran. Oleh karena itu, ada juga kontribusi dari ilmu sains terhadap fenomena mimpi ini.
Pertama, mari kita kaji pembahasan yang paling sering dibicarakan diantara masyarakat Indonesia, yaitu dari kacamata ilmu metafisika. Terutama saat ini orang-orang sedang dihebohkan dengan acara dalam salah satu TV nasional terkait hal mistis, pastinya hiruk pikuk ini membawa semua orang ingin tahu; apa itu fenomena supernatural?
Cabang ilmu sains terbagi menjadi metafisika, nah perspektif inilah yang sering membicarakan mengenai hal-hal tak kasat mata. Hubungannya dengan mimpi pernah disebutkan oleh Maeve Ennis dan Jennifer Parker dalam buku mereka berjudul “Mimpi”, dimana mereka mengutip tentang ini “Saint Jerome mengatakan bahwa menginterpretasikan mimpi mirip dengan ilmu sihir dan selama 2 abad hal ini tidak diperbolehkan dalam gereja Kristen.”
Namun mereka juga mengutip pernyataan yang berlawanan, bahwa semenjak Sigmund Freud menulis buku berjudul “The Interpretation of Dreams”, sang ilmuwan memberi penerangan bahwa mimpi adalah kejadian yang berhubungan erat dengan faktor psikologi, bukanlah hal yang berbau paranormal. Semenjak itu, banyak orang mulai tidak takut lagi terhadap interpretasi mimpi.
Karena topik ini begitu banyak diperdebatkan, maka tercetuslah kontribusi sains dalam melihat fenomena mimpi yang kita kenal, salah satunya kejadian “Recurring Dreams” yang biasanya dialami oleh orang dewasa sekitar 60% dan 75%, walaupun menurut penelitian, fenomena ini cenderung sering dialami oleh wanita dari pada pria. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Recurring Dreams:
- Pertama, mimpi sebagai petunjuk tentang masa depan seseorang.
- Kedua, mimpi yang berkaitan dengan kondisi psikologi seseorang.
Menurut para ahli, fenomena recurring dreams terjadi karena pikiran sadar sang individu meninggalkan jejak dalam pikiran alam bawah sadarnya yang disebut “Daily Residue”. Seseorang yang sering mengalami banyak trauma, frustrasi dan keadaan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), sebagian dari mereka akan cenderung mengalami mimpi berulang, seperti halnya merasakan fenomena déjà vu dalam mimpi.
Apabila seorang individu sudah tidak lagi mengalami mimpi yang berulang dalam tidurnya, maka hal tersebut menandakan permasalahan konflik yang sudah terselesaikan. Hal ini terjadi setelah sang individu menyadari emosi dan perasaan yang belum tuntas dibenaknya, barulah mimpi berulang tersebut menghilang pada malam berikutnya. Oleh karena itu, keadaan kondisi psikologi manusia sangat berperan penting dalam pembentukkan alam bawah sadar pikirannya.
Bagaimanpun juga, kepercayaan setiap orang adalah berbeda. Sampai sekarang, kita pasti masih menemukan beberapa orang yang percaya tentang asosiasi mimpi dengan hal-hal spiritual atapun supernatural. Bahkan di setiap agama juga memiliki pandangan tertentu terhadap interpretasi mimpi. Contohnya dalam agama Islam, mimpi erat kaitannya dengan dua hal, yaitu Tuhan dan Setan. Agama Islam percaya bahwa setiap mimpi buruk adalah kiriman setan, sedangkan mimpi baik adalah pesan tersembunyi dari sang pencipta. Sedangkan dalam perspektif sains percaya, bahwa mimpi berhubungan dengan faktor emosi dan psikologi seseorang.
Kalian tim sains atau tim metafiska nih, guys?
Sumber : Maeve Ennis & Jennifer Parker. Mimpi. 2005. Jakarta: Erlangga.